YOGYA – Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) tengah menjadi perhatian masyarakat luas. Termasuk tantangannya bagi perkembangan seni budaya islam. Majelis Ulama Indonesia (MUI) DIY bahkan memberikan perhatian terkait hal tersebut.
Ketua Umum MUI DIY Prof KH Machasin MA, menuturkan saat ini hampir semua lini kehidupan bisa direplikasi oleh kecerdasan buatan. Satu sisi hal tersebut memberikan kemudahan bagi penggunanya namun di sisi lain juga bisa menjadi persoalan manakala menimbulkan ketergantungan. “Karya apa pun sekarang bisa ditiru oleh yang namanya kecerdasan buatan. Mau membuat seni model apa pun, bisa dilakukan,” tandasnya di sela seminar dan lokakarya (semiloka) di aula Masjid Jogokaryan, Kamis (12/12).
Semiloka yang diselenggarakan oleh Komisi Seni Budaya Islam MUI DIY tersebut mengangkat tema Tantangan Seni Budaya Islam di Era Kecerdasan Buatan. Semiloka tersebut sekaligus menjadi penutup rangkaian kegiatan tahunan yang digelar MUI DIY sepanjang tahun ini. Semiloka selama satu hari penuh ini menghadirkan narasumber antara lain Ust Jazir ASP, M Jadul Maula (Lesbumi PBNU), Hamdy Salad (sastrawan), dan KH Kusen (MUI Pusat). Di sela semiloka juga diisi dengan pembacaan puisi, pertunjukan seni islami kolaborasi kendang, vocal sunda dan narator.
Machasin mengapresiasi semiloka yang membahas tantangan seni budaya islam di era kecerdasan buatan tersebut. Menurutnya banyak umat muslim yang tidak memelihara seni budaya sehingga menjadi semakin dilupakan. Padahal pada masa dulu civitas pondok pesantren banyak yang mahir dalam membuat puisi. “Dari semiloka ini tentu harapannya tidak hanya curah gagasan saja tetapi ada kesepakatan untuk mengambil langkah ke depan mengenai seni budaya islam,” tandasnya.
Sementara tantangan yang dihadapi oleh seni budaya islam di era AI dapat meliputi pelestarian nilai-nilai tradisional, otentisitas karya, dan pengintegrasian teknologi dengan etika Islam. Tantangan-tantangan yang mendesak untuk diantisipasi di antaranya ialah terdisrupsinya nilai-nilai seni budaya islamis pada aspek-aspek identitas kultural, etika visual, karakteristik artistik, interpretasi seni islamis, relevansi konteks sosial, dan makna spiritual proses kreatif seni pada masyarakat islam.
Oleh karena itu, Machasin juga menekankan bahwa secanggih apa pun AI tersebut namun hal itu hanyalah sebuah alat untuk mempermudah kita dalam bekerja. Bukan sebaliknya, yang justru membuat kita tergantung terhadap AI. “Kita harus cermat dan hati-hati menghadapi hal ini. Memang dengan AI kita bisa membuat segalanya, namun yang tidak bisa adalah menghadirkan ruh dalam karya itu. Seharusnya kita sebagai manusia yang memiliki kuasa atas AI,” katanya. (Dhi)