YOGYA – Komisi Pendidikan dan Bina Generasi Muda Majelis Ulama Indonesia (MUI) DIY menyelenggarakan Semiloka Penelaahan Kritis Terhadap RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Kegiatan yang digelar berupa webinar pada Sabtu (28/5) tersebut menjadi media untuk memberikan masukan kepada pemerintah pusat. MUI DIY pun memberikan saran agar pendidikan agama yang belum disinggung dalam RUU Sisdiknas diperhatikan.
Ketua MUI DIY Prof KH Machasin MA, menyebut RUU Sisdiknas masih perlu banyak dilakukan penyempurnaan. Salah satunya terkait klausul madrasah yang sama sekali tidak dimasukkan dalam naskah. “Madrasah bahkan sudah ada sebelum munculnya sekolah-sekolah konvensional. Madrasah juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah terbentuknya bangsa ini,” tandasnya.
Semiloka tersebut menghadirkan tiga narasumber utama. Masing-masing ialah Wakil Ketua Umum Majlis Luhur Tamansiswa Prof Dr H Ki Supriyoko MPd, Ketua MUI DIY Bidang Pendidikan Dr H Sugito MSi, serta Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof Dr Tasman Hamamy MA.
Ketiga narasumber juga prihatin tidak adanya klausul madrasah dalam RUU tersebut. Hal itu justru bisa mengaburkan nasib madrasah dalam sistem pendidikan ke depan. “Jumlah madrasah di negeri sangat banyak dan lebih dulu ada. Seharusnya setiap penyebutan kata sekolah diikuti dengan madrasah,” tandas Sugito.
Ki Supriyoko bahkan mengusulkan agar sistem pendidikan nasional mengakomodir sistem pondok atau asrama seperti yang diajarkan Ki Hajar Dewantara. Menurutnya, dalam sistem pondok justru mencerminkan nilai pendidikan yang seutuhnya. Hal ini karena guru dan siswa berada dalam satu lingkungan dengan ketentuan yang disepakati bersama. Pengetahuan, perilaku dan emosi pun dapat dibangun secara bersama-sama.
Hal serupa diungkapan Tasman Hamamy. Menurutnya, draft RUU Sisdiknas terkesan materialistik dan sekuleristik. Hal ini karena tidak menyentuh aspek agama. “RUU Sisdiknas belum memberikan perhatian terhadap sekolah agama dan pendidikan agama,” tandasnya.
Oleh karena itu draft yang disiapkan oleh Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) tersebut banyak menuai kritik. Hal ini karena merupakan produk politik yang berimplikasi sangat luas terhadap arah pendidikan masa depan. Apalagi penyebutan diksi pelajar dalam RUU dinilai mereduksi makna. Diksi yang tepat dalam penyebutan siswa ialah peserta didik atau murid.
Sementara Wakil Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY Suhirman, mengapresiasi semiloka yang digelar MUI DIY. Menurutnya, RUU Sisdiknas sebenarnya sudah dilakukan uji publik sejak 24 Januari 2022 lalu. Akan tetapi unsur dari DIY secara formal belum diundang secara resmi, sehingga pihaknya belum bisa menyampaikan usulan secara formal. “Semiloka dari MUI DIY ini bisa memberikan sumbangsih. Apalagi Yogya sebagai kota pendidikan bisa memberikan masukan yang nanti kita rangkum bersama untuk dibawa ke pusat,” urainya. (*)